Rabu, 18 September 2013

Siapa sebenarnya "Evan Dimas" ?

(( See my Instagram at https://www.instagram.com/ajibondhan_k/ )) or ID= aji bondhan kottama ☺:) Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada timnas Indonesia U-19 atas kemenangan saat melawan Thailand, Myanmar, dan Bruneidi piala AFF 2013.

         -Tribunnews.com-. Jalan yang harus dilalui kapten timnas Indonesia U-19, Evan Dimas (18 tahun ), untuk menjadi pesepakbola sangat berliku. Lantaran kondisi perekonomian keluarganya yang pas-pasan, maka untuk membeli sepatu bola saja Evan Dimas hanya bisa menahan rasa iri.
Evan Dimas berasal dari keluarga yang bisa dikatakan kurang mampu. Ayahnya, Condro Darmono, hanya seorang petugas keamanan. Sedangkan ibunya, Ana, pernah menjadi seorang asisten rumah tangga dan sekarang menganggur.


           Sebagai anak pertama, Evan memiliki tiga orang adik, dua di antaranya masih duduk di sekolah dasar. Sedangkan yang bungsu belum mencapai usia wajib sekolah. Namun dalam himpitan ekonomi, kedua orangtuanya tetap memberikan dukungan yang maksimal agar putra sulungnya bisa terus bermain sepak bola.
“Pernah ketika itu saya mau latihan, ibu saya pinjam sepeda motor sama orang, lalu diledek, ‘Makanya beli sepeda motor. Lalu ada orang kampung saya yang membela, ‘Jangan begitu. Semua ingin beli sepeda motor kalau punya (uang),” cerita Evan kepada Tribunnews.com.

Perkataan tersebut membuat Ana menangis dan Evan pun tidak tega melihat air matanya ibunya. Ana juga kerap menangis setiap kali melihat teman-teman Evan berangkat berlatih dengan mengendarai sepeda motor, namun kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinan untuk membeli sepeda motor. Evan pun hanya bisa terdiam dan tidak bisa meminta dibelikan.

Lainnya, terkadang, untuk membeli kaus kaki saja Evan sampai berpikir ulang bagaimana cara meminta kepada Ana. Sang ibu bahkan sampai berpatungan dengan saudara-saudaranya untuk membelikan Evan sepasang sepatu sepak bola.

“Sepatu sepak bola pertama saya mereknya Diadora, harganya Rp 15.000. Saya ingat dulu sepatu saya terlalu besar sehingga harus saya masukkan kain agar bisa pas. Umur sepatu itu tidak lama, kira-kira 3 minggu karena sepatunya sangat murah sehingga cepat rusak,” ungkap pemuda kelahiran 13 Maret 1995 tersebut.

“Terkadang saya iri lihat orang-orang yang bisa membeli sepatu baru untuk anaknya. Saya hanya berpikir kapan bisa membeli sepatu seperti itu, sedangkan ibu hanya jadi pembantu dan kadang berjualan kacang keliling kampung,” sambung Evan.

Selama membela timnas Indonesia U-19, Evan Dimas Darmono mendapat dukungan dari warga kampungnya, Ngemplak Surabaya. Setiap kali Evan Dimas bertanding, warga Kampung Ngemplak sampai menumpang dua bemo untuk datang ke stadion.

Orang-orang sekampungnya, Kampung Ngemplak, sangat menyayangi Evan. Sejak masih menimba ilmu di SSB, warga kampung sering memberikan wejangan kepada Evan agar menjauhi hal-hal negatif yang bisa merusak karier sepak bolanya. Gelaran Piala AFF U-19 di Sidoarjo dan Gresik pun dimanfaatkan oleh warga Kampung Ngemplak untuk memberikan dukungan kepada Evan.

“Orang sekampung datang ke pertandingan melihat saya bermain. Kadang sampai dua bemo yang datang ke stadion soalnya orang-orang di kampung saya kebanyakan suka bermain sepak bola. Di kampung pun ramai menonton saya di televisi, di warung-warung,” kata gelandang Persebaya 1927.

“Mungkin orang sekampung bangga kepada saya, saya pun bangga kepada mereka karena selalu mendukung saya. Saya sangat berterima kasih kepada orang-orang kampung,” tutur Evan kepada Tribunnews.com.

Dukungan tulus dari ibunya untuk menjadi pesepakbola membuat Evan Dimas Darmono sering menangis jika mengingat hal tersebut. Sebagai balas budi, Evan Dimas pun berambisi membawa kedua orangtuanya menunaikan ibadah Haji.

Dengan beasiswa dan gaji sebagai pemain di Persebaya membuat Evan Dimas tidak lagi menjadi beban bagi kedua orangtuanya. Dari pendapatannya sebagai pemain, meski tidak seberapa Evan kerap menyisihkan untuk kemudian diberikan kepada ibunya. Tak hanya ibu, setidaknya Evan sudah bisa menghibur ketiga adiknya.

“Saya sayang sekali kepada adik-adik saya. Setiap saya pulang, pasti saya selalu ajak mereka bermain ke mana saja untuk menghibur mereka. Kadang saya juga suka menjajani mereka seperti makan bakso,” tutur Evan yang sudah pernah mengunjungi sejumlah negara di Asia berkat sepak bola.
Rasa cinta Evan kepada keluarganya sungguh mendalam. Evan mengakui sebagai pemain sepak bola dia harus kerap berjauhan dengan keluarganya.
“Saya selalu terpikirkan keadaan keluarga saya di rumah, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah risikonya jadi pemain sepak bola. Untungnya sekarang komunikasi dengan keluarga sudah lebih mudah. Dulu saya tidak punya telepon genggam sehingga bingung bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka,” kata Evan kepada Tribunnews.com.

Sekarang Evan bisa mulai tersenyum. Perjuangan sulitnya dalam merintis karier terbayarkan oleh kesempatan membela tim nasional U-19 di Piala AFF. Sebagai tanda balas budi, Evan pun ingin mempersembahkan trofi juara kepada keluarga dan bangsa Indonesia.
“Saya sampai menangis karena terharu ingat pengorbanan ibu dan keluarga saya. Fokus saya saat ini adalah meraih prestasi dan menyenangkan orang tua. Kalau bisa saya ingin membawa mereka naik haji,” ungkap pemuda 18 tahun itu.





Download GAME dan APLIKASI lainnya :






3 komentar:

  1. niatan yg baik dan disertai dengan do'a mungkina suatu saat kelak akan menjadi kenyataan..

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. walaupun kemaren gagal saat mengeksekusi penalti,

      tapi dia adalah sosok kapten yang bagus,

      Hapus